Perusahaan yang terkena pailit berdampak kepada karyawan yang bekerja di Perusahaan tersebut. Para Karyawan memiliki hubungan kerja yang dilindungi oleh undang – undang ketenagakerjaan.

Pailit atau dalam undang – undang disebut dengan Kepailitan, adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang – undang, sebagaimana bunyi dalam Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Perusahaan yang terkena kepailitan tidak langsung berhenti kegiatan usahanya, hal ini ditegaskan dalam Pasal 104 UU Kepailitan & PKPU, yang berbunyi :
1. Berdasarkan persetujuan panitia kreditur sementara, Kurator dapat melanjutkan usaha Debitur yang dinyatakan pailit walupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.

2. Apabila dalam kepailitan tidak diangkat panitia kreditur, Kurator memerlukan izin Hakim Pengawas untuk melanjutkan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Namun demikian, apabila Perusahaan tidak dapat dilanjutkan usahanya, maka menurut ketentuan Pasal 178 ayat (2) UU Kepailitan & PKPU, dijelaskan bahwa :”Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 dan Pasal 106 tidak berlaku, apabila sudah ada kepastian bahwa perusahaan Debitur pailit tidak akan dilanjutkan menurut pasal – pasal di bawah ini atau apabila kelanjutan usaha itu dihentikan.

Dalam Perppu Cipta Kerja pasal 154A ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan, di jelaskan bahwa Perusahaan yang terkena pailit, merupakan salah satu alasan terjadinya pemutusan hubungan kerja.

pekerja atau juga disebut karyawan, berdasarkan perjanjian kerja dengan perusahaan, pekerja tersebut memiliki hak untuk dibayarkan upahnya.

lantas bagaimana hak – hak karyawan dalam Perusahaan yang terkena Pailit??

Dalam Pasal 39 ayat (1) UU Kepailitan & PKPU dijelaskan, bahwa “Pekerja yang bekerja pada Debitor dapat memutuskan hubungan kerja, dan sebaliknya Kurator dapat memberhentikannya dengan mengindahkan jangka waktu menurut persetujuan atau ketentuan perundang – undangan yang berlaku, dengan pengertian bahwa hubungan kerja tersebut dapat diputuskan dengan pemberitahuan paling singkat 45 hari sebelumnya.

hak – hak pekerja sebelum berlakunya Undang – undang Cipta Kerja, diatur dalam Pasal 165 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang kemudian pasal 165 UU Ketenagakerjaan telah di hapus dan digantikan dengan Pasal 81 angka 42 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 154A ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan, diterangkan bahwa salah satu alasan terjadinya pemutusan hubungan kerja adalah dikarenakan perusahaan pailit.

dalam hal perusahaan terkena pailit, dan apabila terjadi PHK, maka perusahaan wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak, sebagaimana juga diatur dalam Ketentuan Pasal 81 angka 36 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 95 UU Ketenagakerjaan dengan ketentuan antara lain :

  1. Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau likuidasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan, upah dan hak lainnya yang belum diterima oleh pekerja atau buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.
  2. upah pekerja atau buruh didahulukan pembayarannya sebelum pembayaran kepada semua kreditur.
  3. hak lainnya dari pekerja atau buruh didahulukan pembayarannya atas semua kreditur kecuali para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan.

selain itu, akibat terjadinya PHK yang dikarenakan perusahaan pailit, dalam ketentuan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan PHK, hak – hak pekerja antara lain :

  1. uang pesangon sebesar 0,5 kali ketentuan uang pesangon yang berlaku
  2. uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali ketentuan UMPK yang berlaku
  3. uang penggantian hak.

hak – hak pekerja yang diatur dalam Pasal 156 ayat (1) Undang – Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan dalam hal terjadinya PHK, pengusaha diwajibkan membayar uang penghargaan masa kerja atau uang pesangon dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

Dijelaskan dalam Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan, dijelaskan tentang uang penggantian hak yang seharusnya diterima pekerja, antara lain:

  1. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
  2. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja
  3. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat
  4. hal – hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Referensi :

  1. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
  2. Undang – Undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan & PKPU
  3. Undang – undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan PHK

#kepailitan #hakHakPekerja #hakHakKaryawan #PHK #PemutusanHubunganKerja #PerusahaanPailit #kasusPailitsritex #solusi #solusihukum #pailit #pkpu #kreditur #tagihankreditur

Tinggalkan komentar

Quote of the week

“jangan ragu untuk berkonsultasi permasalahan hukum Anda kepada Kami”

~ pengacarapublik.com